Saya
telah melakukan perjalanan jiwa pada suatu hari, dimana pada hari-hari itu jiwa
saya mendapat sentuhan-belaian cinta yang menyisipkan kehangatan pada relung
batin saya. Saya pergi pada suatu tempat, bertemu orang-orang baru yang begitu
hebat perjuangannya, cerita hidupnya, dan cara belajarnya. Dan saya adalah
bahagian dari mereka.
Sungguh
suatu kehormaatan bagi saya berdiri disana pada saat itu meski saya bukan
siapa-siapa. Orang lain bilang saya beruntung, namun bagi saya setiap orang
memiliki kesempatan untuk begitu. Sungguh saya tidak menyangka dapat melihat
gedungnya, menginjak rumputnya, dan berbaur dengan orang-orangnya. Namun,
begitulah yang saya rasakan. Berada dalam alam mimppi saya dalam keadaan mata
terbuka dan melihat dunia dengan segala keramahannya.
Dari
sekumpulan manusia pilihan Tuhan yang saya kagumi, seseorang mengajarkan kepada
saya banyak hal yang tak mungkin akan tersisih dari bahagian terdalam memori
saya. Seseorang yang begitu menginspirasi buat saya dan saya rasa telah
menginspirasi banyak orang. Jika saja takdir berkehendak saya tetap berada
disana, mungkin saat ini telah banyak perubahan besar yang terjadi dalam hidup saya.
Menulis
memang bahagian dari hidup saya, namun yang mengilhami saya untuk menulis
lembaran ini adalah sebuah rasa cinta yang begitu luar biasa manakala tidak
dapat saya rasakan di lain tempat. Andaipun Tuhan memberi kesempatan untuk saya
kembali, sesungguhnya yang ingin kucari dan kupeluk pertama kali adalah sosok
yang telah menunjukkan jalan kepada jiwa saya yang rapuh untuk memilih
perantara masa depan pada perttengahan malam yang penuh akan rengkuhan cinta
Tuhan.
Saya
tak rela menutup basa-basi yang mengalir begitu saja dari hati. Namun pada
akhirnya saya tetap harus bercerita memutar kembali reka perjalanan yang sarat
makna bersama para pencuri tempat di hati saya.
Hari-hari
itu melekatkan saya pada keramaian kotanya yang telah lama ada dalam kamus
mimpi saya. Dan saya harus berkata apa lagi untuk mengungkapkan saya bahagia
menjadi bahagian dari cerita ini. Sebuah cerita manakala pikiran saya harus
terkuras setiap harinya, jiwa saya mendapat belaian bersama sensasi humor dan
motivasi, bahkan enosi saya yang harus terkuras demi memilih perantara masa
depan yang sungguh menggoyahkkan tekad.
Entah
berapa kali saya harus menata ulang skenario hingga pada ujungnya dibuat ragu
kembali. Entah berapa banyak tanya yang tertuju pada orang-orang terpercaya.
Entah berapa kata yang terurai manjadi masukan berharga. Dan entah berapa kali
lagi saya harus mengadu pada tempat yang paling mulia.
Seseorang
menemukan saya dalam kebimbangan yag luaar biasa. Beliau muncul sebagaii
malaikat dengan sekantung penawar kesedihan yang tepancar dari wajahnya. Entah
bagaimana pun saya mengungkapkan hal itu. Beliau tak pernah ragu mengusap
cairan pedih di pipi saya dan saya yang tak pernah ragu memeluknya manakala
keraguan itu kembali muncul. Darinya saya pahami hakikat hidup yang semestinya
saya jalani. Bukan menuju keinginan
dengan tertatih. Darinya pula saya pahami cerita yang amat membuka pintu hati.
Dan darinya saya mengerti bahwa manusia pilihaan Tuhan berangkat dari
kesedihan.
Saya
tak tahu apakah saya terlalu berlebihan, namun begitulah emosi saya berkata.
Lelagi, beliau menyadarkan disaat pikiran saya jauh tak terkendali hingga pada
akhirnya menangis lagi dalam pelukan seorang malaikat berhati ibu, berwajah
sahabat, dan berjiwa pahlawan.
Ah,
sudahlah. Kusudahi saja bercerita tentang kisah manis berair ini. Setidaknya
agar kalian tak tahu bahwa saya sedang mengagumi sosoknya. Meski tak dapat saya
sudahi mengenang kisah biru di asrama hijau yang tentram bersahabat. Dan tak
mungkin saya lewati untuk berkata, “Saya tak lagi berpikir untuk menjadi orang
yang berpengaruh bagi dunia, saya hanya teringin menjadi sosok manusia biasa
yang melakukan banyak hal yang bernilai bagi orang lain dan melakukan perubahan
kecil agar orang lain mampu melakukan perubahan besar” seperti sedikit cerita
dari beliau yang membuat saya semakin berpikir dewasa dalam memandang luasnya
dunia.
Saya
tak berani berharap lebih agar orang lain mengerti seberapa besar cinta yang
tercurahkan demi menulis lembaran ini. Saya tak berani berkata bahwa cerita ini
menarik untuk dibaca. Saya juga tak yakin cerita ini berhasil mencuri perhatian
dan waktu kalian. Sungguh, senantiasa ingin saya membaca sepercik cerita
tentang kalian yang pernah melukis pelangi dengan sapuan kuas penuh cinta di
bawah langit ‘C’I’M’A’H’I’.