Sebagian besar dari kita pasti pernah berpikir untuk apa
belajar sains. Mempelajari ilmu pasti yang rumit, banyak rumus, perhitungan dan
pemahaman, dibutuhkan konsentrasi yang tinggi, dan dituntut menguasai konsep.
Tapi selalu saja berujung dengan kalimat yang sama: tidak dipakai dalam
kehidupan sehari-hari.
Untuk apa belajar Fisika: menghitung kecepatan kelapa jatuh?
Lebih baik belajar ekonomi: menghitung banyaknya untung yang didapat dari hasil
penjualan kelapa sekian dan sekian. Untuk apa belajar Biologi: mengamati
perkembangbiakan sel dengan teori dan praktikum yang rumit? Padahal tanpa
dipelajari pun mereka akan bekerja dengan sendirinya karena semuanya sudah ada
yang mengatur. Lalu bagaimana dengan belajar Kimia yang selalu
dikambinghitamkan dengan pembuatan bom oleh orang-prang awam? Bagaimana pula
dengan belajar Astronomi yang mencoba mengungkap misteri, sejarah, dan masa
depan alam semesta? Banyak orang mencibir akan hal ini? “Alam semesta itu ya
urusan Tuhan. Kita nggak mungkin bisa menandingi ciptaannya.” Hello. . .
memangnya para Astronom ingin menciptakan alam semesta yang lebih canggih dari
yang Tuhan ciptakan? Mereka kan hanya ingin mempelajari lebih mendalam
kebesaran Tuhan. Penemuan mereka juga banyak bermanfaat untuk kemajuan
peradaban manusia yang memang lebih maju dibanding makhluk lainnya. Toh banyak
juga dari mereka yang mendapat anugerah berharga dalam hisupnya lalu menjadi
orang yang jauh lebih baik setelah mengetahui betapa hebatnya Tuhan kita.
Tanpa kita sadari, tanpa kita pernah renungi, tanpa kita
sangka, dan tanpa kita duga, ada banyak pelajaran hidup yang sangat bermakna
dan justru bisa mengungkap kebesaran dan rahasia Tuhan. Kita misalkan yang
sederhana saja, pelajaran dari struktur terkecil pembentuk molekul, molekul
pembentuk sel, sel pembentuk jaringan, dan seterusnya sampai membantuk suatu
organisme. Ya. Bagian terkecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi.
Kita yang pernah belajar kimia tentu tahu bagian apa yang
saya maksud. Molekul terdiri dari atom unsur-unsur. Bayangkan! Di dalam atom
yang para ilmuwan pun belum pernah melihatnya
secara langsung bahkan dengan mikroskop tercanggih sekalipun, ia masih
memiliki komponen penyusunnya: neutron, proton, dan elektron. Diantara ketiga komponen
tadi ada sebuah komponen yang sangat-sangat ringan bahkan dianggap tak memiliki
massa. Dialah elektron. Meski jumlah elektron dalam suatu atom sama dengan
jumlah protonnya, tapi tetap saja ia tak diikutsertakan dalam menentukan massa
atom.
Nah, siapa sangka. Elektron yang tak diikutsertakan sebagai
penyumbang massa atom tersebut justru dari perilakunya bisa mengajarkan
pelajaran hidup yang membuktikan bahwa Tuhan kita tak sesederhana dalam
mencipta dan mengatur alam semesta ini. Semuanya terdapat keserasian meski
tersirat. Sebagian besar dari kita yang pernah belajar kimia juga belum tentu
bisa mendapatkan hal itu. Bisa dibuktikan, sedikit sekali guru yang
menghubungkan perilaku elektron dengan perilaku manusia dan segala ketetapan
Tuhan sehingga bagaimana pelajaan hidup itu akan kita dapat jika kita hanya
mahir dalam Kimianya saja?
Jika kita selami lebih dalam, elektron mengelilingi inti
atom dengan membentuk lintasan energi atau biasa disebut kulit atom. Kulit atom
sendiri terbentuk karena adanya konfigurasi elektron dimana dari konfigurasi
elektron kita bisa mendapatkkan elektron terluar atau elektron valensi. Kita
ambil contoh sederhana saja pada senyawa air. Air sebagai sumber kehidupan
manusia tersusun dari atom Oksigen (O) dan atom Hidrogen (H). Atom O memiliki
nomor atom 8 dan atom H memiliki nomor atom 1. Sehingga konfigurasi atomnya
kita tulis demikian :
O = 1s2 2s2 sp4
dan
H = 1s1
maka akan didapat bahwa :
·
elektron terluar atom O = 6 sedangkan elektron
bebasnya (elektron yang siap berikatan) = 2,
·
elektron terluar atom H = 1, sedangkan elektron
bebasnya juga = 1.
Jika kedua atom terlibat reaksi, maka 1 elektron bebas atom
H akan bergabung dengan 1 elektron bebas atom O. Karena elektron bebas atom O
ada 2, maka dibutuhkan 2 atom H agar kedua elektron bebas atom O dapat berikatan
sehingga elektron terluar atom O menjadi 8 sesuai aturan oktet. Jika
masing-masing elektron bebas atom O sudah berikatan degan elektron bebas atom
H, maka akan terbentuk molekul H2O dengan atom O sebagai pusatnya.
Karena atom O memiliki 2 pasang elektron ikatan (elektron
non bonding), maka kedua pasang elektron tersebut akan memberi tekanan terhadap
elektron yang berikatan. Tetapi elektron yang berikatan juga memberi tekanan ke
arah elektron non bonding sehingga terbentuklah sudut diantara elektron atom O.
Sudut antara kedua elektron bonding sebesar 104,5̊. Dari penjelasan di atas kita dapatkan bahwa bentuk
molekul air (H2O) adalah menyudut sehingga memiliki momen dipol. Semua bentuk
molekul yang memiliki momen dipol termasuk ke dalam senyawa polar. Oleh karena
itu, air merupakan senyawa polar sehingga dapat melarutkan senyawa-senyawa yang
sifatnya polar.
Namun
bukan itu yang akan saya tekankan. Jika hanya menyangkut senyawa polar dan
nonpolar, rasanya kita sudah paham konsepnya, namun sampai sini kita tidak
menemukan pelajaran hidup. Nah, karena diatas saya menyinggung kelebihan
elektron, maka mari kita kaitkan perilaku elektron terluar atom O untuk
mendapatkan apa inti yang ingin saya sampaikan.
Ketika kita menilik ke atas, elektron
dari atom O yang sudah berpasangan tidak mengalami perubahan atau pergeseran
dan tidak mengikat elektron lain atau melepas elektron pasangannya selama
menjalani reaksi. Sekarang kita ibaratkan elektron adalah manusia. Jika manusia
yang sudah berpasangan tidak bertingkah menyeleweng, tidak berpindah ke lain
hati, atau mengabaikan pasangannya, tentu
hubungan diantara keduanya akan langgeng sampai akhir seperti sepasang
elektron. Sedangkan elektron bebas dari atom O berusaha memperoleh kestabilan
dengan mengikat satu elektron dari atom H sehingga kini elektron valensi atom O
berikatan dengan elektron valensi atom H dengan ikatan hidrogen.
Mari analogikan kembali perilaku eletron
bebas tadi dengan pria/wanita lajang. Umumnya orang yang belum berpasangan akan
berusaha mencari pasangan dari lawan jenis, seperti halnya atom O dan atom H.
Atom O cenderung bermuatan negatif sedangkan atom H cenderung bermuatan
positif. Sebagaimana yang kita tahu bahwa kutub positif dan kutub negatif akan
saling tarik menarik sedangkan kutub yang sesama jenis akan tolak menolak.
Itulah mengapa terjadi saling dorong antar sesama elektron valensi atom O dan
tarik menarik antara elektron atom O dengan elektron atom H.
Seperti kasus gender yang sedang marak
diperbincangkan saat ini, tentu kita sudah akrab dengan istilah LGBT (Lesbian,
Gay, Biseksual, dan Transgender). Adalah sebuah kelainan besar bahkan penyakit
ketika manusia cenderung tertarik kepada sesama jenis. Sama saja menyalahi
aturan Tuhan. Harusnya kita berkaca dari perilaku elektron. Manusia yang diberi
akal, tapi mengapa elektron yang membenarkan aturan Tuhan? Sayangnya dengan
akal dimiliki “makhluk Tuhan paling sempurna”, manusia sedikit lebih sombong
dari makhluk lainnya seolah tak ada cela hingga mengingkari kodratnya. Sama
saja merendahkan martabatnya.
Nah, sobat! Setelah membaca penjelasan di
atas, mari kita ambil pelajaran berharga dari perilaku elektron. Agar tak perlu
berpikir ulang, maka poin-poin yang perlu kita tiru diantaranya :
1.
Jangan biarkan lajang menggerogoti umur
kita. Jika sudah sampai waktunya untuk membangun sebuah keluarga, berusahalah
mencari pasangan yang sesuai, bukan pasrah dengan keadaan.
2.
Tuhan menciptakan manusia hanya ada 2
jenis, laki-laki atau perempuan, bukan 3 atau lebih. Karena setiap perempuan
pasangannya laki-laki dan setiap laki-laki pasangannya perempuan.
3.
Menuruti
keinginan untuk cenderung tertarik kepada sesama jenis sama saja
menyalahi aturan Tuhan (kembali ke poin nomor 2).
4.
Jangan pernah menyepelekan dan
menyudutkan sebuah ilmu, karena pada hakikatnya semua kebesaran Tuhan disajikan
lewat ilmuNya.
5.
Jika ada pelajaran berharga lain yang
Saudara dapatkan, silahkan cantumkan di kolom komentar demi memperbaiki
kualitas artikel.