Menjadi pengangguran selepas lulus SMA ternyata sangat tidak
nyaman dijalani. Setiap hari hanya melakukan utinitas makan, tidur, nonton tv,
dan chatting di media sosial. Tidak ada yang istimewa. Tidak ada yang
mengesankan. Meski baru sebulan Niki menganggur setelah ditipu kawan jauhnya
saat melamar pekerjaan di kantor Pemda palsu, ia tidak betah di rumah. Serasa
tidak kapok dengan peristiwa yang melayangkan uangnya tiga juta rupiah ke
tangan para penipu biadap. Niki dan seorang kawannya yang juga lulus dari SMA
yang sama di tahun yang sama mencoba mencari peruntungan melamar pekerjaan di
beberapa mall dan minimarket di kota. Sialnya tak satu pun dari lamaran itu
mendatangkan pangilan ke nomor handphonenya.
Kali ini Niki dan Moka nekat pergi ke kota mencari
peruntungan dengan menjadi pekerja di sebuah toko roti. Panas terik dan lelahnya
mencari alamat toko roti di kota yag baru pertama kali mereka jamah terus
dilalui demi sebuah pekerjaan. Berjam-jam kehausan juga ditepis agar jangan
sampai mereka berdua tersesat. Beratus pertanyyan dilayangkan pula kepada
orang-orang yang ditemui. Bagaimanapun juga alamat itu harus ketemu sebelum
matahari lenyap dari pandangan. Mana mungkin ada orang yang rela menjadi
gelandangan di kota besar dengan membawa kopor kemana-mana. Membayangkannya
saja duah malas, apalagi mengalaminya.
Berkat kebaikan hati seorang supir angkot sampailah juga
mereka ke tempat yang dituju, tapi apa
daya ketika si supir angkot meminta bayaran yang jauh di luar dugaan. Mana tahu
mereka barangkali si supir angkot sengaja mengelilingi jalanan kota agar
perjalanan menjadi terasa jauh. Mana tahu pula mereka barangkali supir angkot
tak mendapatkan penumpang yag memadai sejak pagi lantas mau mengantarkan mereka
berdua ke tempat yang amat jauh. Setidaknya tujuan awal mereka untuk sampai di
tempat kerja sudah terlaksana. Dengan berat hati pula keduanya mengikhlaskan
setengah dari isi dompet mereka berpindah lokasi ke saku celana si supir
angkot.
Kedatangan mereka disambut sang pemilik toko. Cik Ndut orang-orang
biasa memanggilnya. Wanita paruh baya keturunan Tionghoa ini memiliki suami
yang tak kalah gendut. Bang Kumis sapaannya dari Medan asalnya. Untuk ukuran
bos, pasangan suami istri ini terlihat cocok. Bukan hanya dilihat dari ukuran
tubuh, tapi sifat dan perangainya menjadikan mereka pasangan serasi. Cik Ndut
sangat penyayang dengan karyawan laki-laki sedangkan Bang Kumis sebaliknya. Tak
heran saat pertama kali mereka tiba, Cik Ndut memilih memberikan perhatian
lebih kepada Moka, sedangkan suaminya terlihat sangat ramah kepada Niki.
Keduanya lantas mendapatkan kamar di lantai nomor lima karena lantai 3 dan 4
sudah penuh diisi karyawan yang lebih dulu bekerja di sana.
Seorang karyawan kepercayaan mengantar mereka ke kamar
masing-masing. Karyawan di lanti 3 dan 4 menempati kamar tidur berdua sedangkan
mereka harus dipisah karena berbeda jenis. Keduanya pun menempati kamar ukuran
3 x 4 meter seorang diri. Suasana nampak sepi sepanjang mereka menuju lantai
lima, mungkin karena semua karyawan turun mengerjakan aktivitas produksi dan
distribusi termasuk pemasaran yang semuanya dilakukan di lantai 1 dan lantai 2.
Moka menyetel musik metal dari handphonenya guna mengusir
sepi, sebab luasnya lantai paling atas dari bangunan ini nampak kosong dan
gelap karena sebelumnya tak ada yang menempati. Moka dan Niki akan mulai kerja
esok pagi. Menurut karyawan kepercayaan
yang tadii mengantarkan mereka, jam kerja di toko roti yang sekaligus membuat
poduknya sendiri ini dimulai dari jam 5 pagi sampai jam 5 sore. “Busyet 12
jam,” pikir Niki dalam hati. Temtu saja hanya dalam hati. Bagaimana mungkin
seorang karyawan baru akan menolak jam kerja yang telah diterapkan padahal mereka
datang jauh-jauh ke tempat ini dengan penuh pengorbanan.
“Nik, gue pinjem hape lo dong buat internetan. Kuota gue
abis,” pinta Moka saat Niki sedang sibuk memasukkan pakaian ke dalam lemari.
Niki berujar ketika
menyerahkan smartphonenya, “Kalau ada sms dari mall tempat kita melamar
kemaren, cepet kabarin ya,”
“Sip,” jawab Moka singkat. Meskipun mereka sudah mendapat
pekerjaan tapi tetap saja tidak berhenti berharap mendapat panggilan dari mall
setelah lamaran di minimarket tidak ditanggapi karena belum membutuhkan
karyawan baru. Bagi lulusan SMA jaman sekarang, bekerja di pusat perbelanjaan
atau pasar-pasar modern tentu dianggap lebih keren daripada kerja di perumahan
atau di toko-toko yang biasa saja. Alasannya sederhana. Dengan menjadi karyawan
swasta para pemuda bangga menyebutkan nama perusahaan tempat merekka bekerja
meski kurang bangga menyebutkan posisinya di perusahaan tersebut. Jadi karyawan
swasta juga punya seragam kerja, beda dengan pekerja di tempat yang biasa saja.
Baru saja Moka melangkah beberapa saja, Niki seakan ikut
melangkah di belakangnya. “Nik, bukannya lo belom beresan mindahin baju?” tanya
Moka dengan tetap berjalan.
Yang ditanya tidak menyahut tetapi masih mengikuti langkah
Moka yang membuatnya terpaksa menoleh. Nihil. Niki sedang tidak berjalan di
belakangnya. “Ah, mungkin kucing,” Pikir Moka mengabaikan, lalu berjalan lagi
menuju ujung lantai diantara deretan kamar yang berhadap-hadapan. Sesaat
kemudian terasa ada lagi yang berjalan di belakangnya. Saat ditengok pun sama
saja. Tak ada siapa-siapa. “Nik, gue mau nyantai dulu. Ngapain lo ngajak maen
petak umpet sih,” ucap Moka yang mulai sebal.
Tidak ada sahutan. Untuk menepis rasa penasaran itu, Moka
berjalan ke kamar Niki. “Nik, lo masih di sini?” tanya Moka yang mendapati
temannya masih merapikan pakaian sementara pintu kamarnya terbuka.
“Gue nggak kemana-mana, kok,” jawabnya singkat.
“Lah yang jalan di belakang gue siapa?” tanya Moka dengan
tingkat keherana lebih.
“Mana gue tahu,” jawab Niki cuek. “Mba Mona kali. Yang
nganter kita tadi. Mungkin dia masih di sini,” lanjutnya mencoba menerka.
“Ya udahlah, gue mandi aja. Nih hape lo. Nggak jadi pakek
gue,”ujarnya saat mengembalikan benda itu.
Keran kamar mandi berbahan stainless itu terlihat aneh di
mata Moka pasalnya di dinding kamar mandi tidak ada gantungan apapun. Hanya ada
satu gantungan dan letaknya di belakang pintu, bukan di dinding. Tapi keran
yang bisa memantulkan bayangan itu menujukkan ada baju tergantung di dinding
yang ia belakangi. Sejenak ia menoleh ke belakang. Memang tak ada. Tapi
lagi-lagi saat ia hendak memutar keran pantulan baju putih itu semakin jelas
bahkan bukan hanya baju, tangan si pemilik baju juga terlihat menjulur keluar
dari lengan baju yang kedodoran.
Perasaan ganjil mulai melanda. “Bagaimana ini?” pikirnya.
Akhirnya dengan mengumpulkan seluruh keberanian, Moka menyelesaikan mandinya
dan segera naik dari lantai 3 menuju kamarnya dengan hanya berbalut handuk dan
meninggalkan pakaian gantinya tetap di sana. Bahkan mengosok gigipun tak sempat
terpikirkan lagi.
“Nik, kayaknya lo harus ambilin pakaian gue di kamar mandi
cowok deh,” pinta Moka sehabis mandi kepada teman perempuannya itu setelah
berpakaian.
“Kenapa nggak lo bawa sekalian sih tadi. Dan kenapa mesti
gue coba? Ntar yang ada gue dikira cewek mesum pula.”
Lantas Moka menceritakan apa yang baru saja dialaminya
kepada Niki, barangkali ia ada solusi untuk itu. Dengan terpaksa akhirnya Niki bersedia mengambilkan
pakaian Moka. Kejadian ganjil tak ia dapati tatkala masuk kamar mandi karyawan
pria di lantai tiga itu. “Cuma kamar mandi biasa. Dasar penakut,” gumamnya.
bersambung. . .