Selasa, Desember 11, 2018

Jancukers : Sebuah Kehangatan Hidup Bernegara



Resensi
Oleh Rohimatus Salamah
Jancukers            : Sebuah Kehangatan Hidup Bernegara
Judul                   : Republik #Jancukers
Penulis                : Sujiwo Tejo
Penerbit               : PT Kompas Media Nusantara
Jumlah halaman  : xiv + 400

Apa yang muncul di benak Anda apabila mendengar kata 'jancuk'? Oleh sebagian besar orang, jancuk dinilai sebagai kata yang bersifat kasar, kotor, bahkan tak senonoh. Saking kuatnya konotasi negatif itu, orang cenderung lebih suka menghakimi penggunanya ketimbang mencari tahu asal-usulnya.
Di daerah asalnya, Surabaya, jancuk tak sedemikian. Orang lazim menggunakannya sebagai sapaan akrab yang mewakili kehangatan berkomunikasi. Bahkan dalam tingkatan yang lebih tinggi, jancuk dapat mewakili ungkapan syukur.
Bila jancuk dapat membangun kehangatan berkomunikasi masyarakat Surabaya, tentu menjadi hal menarik untuk ranah yang lebih luas: kehidupan bernegara. Namun, tak semua orang sanggup menerima begitu saja kepopuleran kata yang terlanjur berkonotasi negatif itu.
Jancuk baru dapat diterima setelah mendapat imbuhan 'ers' menjadi kata 'jancukers', sebuah kosakata yang menghubungkan fans Sujiwo Tejo di jagad maya.  Alhasil, orang-orang yang termasuk di dalamnya  dapat berdiskusi dengan hangat meski saling silang pendapat.
Meski hanya sebuah negeri khayalan, nyatanya negeri jancukers yang dipopulerkan oleh seniman nyentrik ini merupakan sindiran halus bagi kekacauan-kekacauan di Indonesia, terutama yang disebabkan para pemegang kekuasaan. Buku Republik #Jancukers secara tidak langsung mengajak pembaca untuk berpikir kritis namun santai. Berpikir mencari solusi untuk mengatasi kejahatan tanpa membenci kejahatan itu sendiri.
Selain mengkritisi pemain politik, penulis mencoba mengajak diskusi pola pikir masyarakat melalui tulisan-tulisan ringan nan jenaka. Di sini terlihat jelas rasa greget penulis terhadap masyarakat yang cenderung menilai sesuatu secara tekstual. Memang benar. Kenyataannya, makna kontekstual yang merupakan esensi dari sebuah permasalahan seringkali dilupakan.
Jika Anda diberi pilihan, lebih baik orang yang bicaranya sekenanya tapi hati dan perilakunya bersih atau koruptor yang bicaranya santun tapi diam-diam menyakiti hati rakyat? Di sinilah jancuk menjadi sapaan hangat untuk mengajak pembaca turut menilai sesuatu tidak dari kulit luar semata, namun lebih kepada mendalami isinya.
Disampaikan dengan kekhasan bahasa penulis, buku ini memang terlihat bercanda,  kadang terkesan jorok, dan tak masuk akal. Karena itu, dibutuhkan hati dan pikiran terbuka untuk menerima kebenaran dari sesuatu yang disampaikan secara ngawur.