Selasa, Desember 11, 2018

Resensi Buku Rahvayana 1: Aku Lala Padamu



Resensi

Oleh Rohimatus Salamah

Judul                            : Rahvayana: Aku Lala Padamu 
Penulis                         : Sujiwo Tejo
Penerbit                        : PT. Bentang Pustaka
Jumlah halaman           : viii + 244 halaman


“Bila gelembung-gelembung Rahwana itu tak ada padamu, kau akan menolak pergi ke toko buku. Sekadar meminjam buku ini ke teman pun, kau tak akan berdaya bila gelembung-gelembung Rahwana tak menjangkitimu. Kau pun tak akan nge-twit dan sebagainya tentang buku ini. Bila gelembung-gelembung Rahwana tak menjangkitimu, adakah alasan bagimu menggunakan seluruh media sosial dan getok tular buat menjalarkan cinta via buku ini?”
Itulah cuplikan kalimat pembuka yang mengantarkan pembaca menyelami petualangan Rahwana dalam mengagumi pujaannya, Shinta. Bukan Sujiwo Tejo namanya kalau tak menyajikan kisah-kisah pewayangan yang keluar dari pakem-pakemnya. Begitupun kisah cinta Rahwana-Shinta versi buku ini, dimana pembaca menemukan sesuatu yang lain, yang belum pernah didengarnya dari pembicaraan manapun.
Rahwana, rajanya para raksasa dari negeri Alengka. Peran antagonis yang biasanya melekat pada tokoh utama dalam buku ini nampak tak dimunculkan, kecuali sifat lainnya yaitu penyayang sekaligus seorang pecinta ulung yang setianya minta ampun. Pembaca akan dibuat mabuk rasa melalui surat-surat Rahwana kepada Shinta. Sebab bukan hanya sensasi romantis, namun jenaka bahkan fantasi yang berkelana dan kadang tak masuk akal menghiasi jalannya cerita, hingga tak sadar tetiba sudah menjumpai surat yang entah keberapa.
Pengisahan tentang Shinta sendiri lebih bervariasi. Berbagai karakter Shinta muncul berkali-kali dalam petualangan Rahwana, mulai dari presenter tv, nenek penghuni panti jompo, hingga Shinta perias mayat. Tak puas hanya memfantasikan Shinta, tokoh utama pun difantasikan sedemikian rupa hingga membuat pembaca mengalami sensasi rasa “kok bisa ya?”
Meski dibungkus dalam kemasan fantasi dan lebih terkesan jenaka, namun muatan nilai-nilai keilahian yang terangkum dalam ajian Sastrajendra Hayuningrat sebagai ciri khas penulis tak dilupakannya. Secara tak terduga, pembaca dapat menemukan pesan moral, cerita sejarah, hingga muatan keilahian di tengah-tengah arus fantasi.
Bagi sebagian orang, tentu karya ini menjadi pilihan di tengah waktu luang dan padatnya aktivitas. Tetapi bagi sebagian lainnya yang tak terbiasa membaca karya fantasi akan dibuat bingung sendiri oleh alur cerita. Atau bagi sebagian orang yang terlalu terpaku pada pakem cerita Ramayana mungkin akan menolak meneruskan membaca buku yang ngawur ini.