Resensi
Oleh Rohimatus Salamah
Judul :
Rahvayana: Aku Lala Padamu
Penulis : Sujiwo Tejo
Penerbit :
PT. Bentang Pustaka
Jumlah halaman :
viii + 244 halaman
“Bila gelembung-gelembung Rahwana
itu tak ada padamu, kau akan menolak pergi ke toko buku. Sekadar meminjam buku
ini ke teman pun, kau tak akan berdaya bila gelembung-gelembung Rahwana tak
menjangkitimu. Kau pun tak akan nge-twit dan sebagainya tentang buku ini. Bila
gelembung-gelembung Rahwana tak menjangkitimu, adakah alasan bagimu menggunakan
seluruh media sosial dan getok tular buat menjalarkan cinta via buku ini?”
Itulah cuplikan kalimat pembuka
yang mengantarkan pembaca menyelami petualangan Rahwana dalam mengagumi
pujaannya, Shinta. Bukan Sujiwo Tejo namanya kalau tak menyajikan kisah-kisah
pewayangan yang keluar dari pakem-pakemnya. Begitupun kisah cinta
Rahwana-Shinta versi buku ini, dimana pembaca menemukan sesuatu yang lain, yang
belum pernah didengarnya dari pembicaraan manapun.
Rahwana, rajanya para raksasa dari
negeri Alengka. Peran antagonis yang biasanya melekat pada tokoh utama dalam
buku ini nampak tak dimunculkan, kecuali sifat lainnya yaitu penyayang
sekaligus seorang pecinta ulung yang setianya minta ampun. Pembaca akan dibuat
mabuk rasa melalui surat-surat Rahwana kepada Shinta. Sebab bukan hanya sensasi
romantis, namun jenaka bahkan fantasi yang berkelana dan kadang tak masuk akal
menghiasi jalannya cerita, hingga tak sadar tetiba sudah menjumpai surat yang
entah keberapa.
Pengisahan tentang Shinta sendiri
lebih bervariasi. Berbagai karakter Shinta muncul berkali-kali dalam
petualangan Rahwana, mulai dari presenter tv, nenek penghuni panti jompo,
hingga Shinta perias mayat. Tak puas hanya memfantasikan Shinta, tokoh utama
pun difantasikan sedemikian rupa hingga membuat pembaca mengalami sensasi rasa
“kok bisa ya?”
Meski dibungkus dalam kemasan
fantasi dan lebih terkesan jenaka, namun muatan nilai-nilai keilahian yang
terangkum dalam ajian Sastrajendra Hayuningrat sebagai ciri khas penulis tak
dilupakannya. Secara tak terduga, pembaca dapat menemukan pesan moral, cerita
sejarah, hingga muatan keilahian di tengah-tengah arus fantasi.
Bagi sebagian orang, tentu karya
ini menjadi pilihan di tengah waktu luang dan padatnya aktivitas. Tetapi bagi
sebagian lainnya yang tak terbiasa membaca karya fantasi akan dibuat bingung
sendiri oleh alur cerita. Atau bagi sebagian orang yang terlalu terpaku pada
pakem cerita Ramayana mungkin akan menolak meneruskan membaca buku yang ngawur ini.