Semar Dawuh
Mengapa
harus tokoh Semar, Bima, dan Arjuna yang saya munculkan dalam lukisan
ini?
Menurut Budayawan kondang Indonesia, Emha
Ainun Nadjib dan Sujiwo Tejo, bahwa setelah Presiden Gus Dur menghadap Sang
Kuasa Indonesia tak punya lagi tokoh Semar.
Meskipun kita tak mampu menjadi Semar, namun hadirkanlah peran Semar dalam
dirimu sebagai moderator yang akan mengatur kapan kau akan memunculkan sifat
Bagong: Kritis, Gareng: Apatis, atau Petruk: Easy going (Sujiwo Tejo), agar
hidupmu menjadi seimbang.
Raden Werkudara/Bima dan Raden
Janaka/Arjuna dalam wiracarita Mahabarata merupakan kekuatan inti Pandawa,
dimana pemerintahan Yudhistira akan pincang tanpa keduanya ibarat lembaga
legislatif tanpa lembaga eksekutif dan yudikatif. Begitupun dalam Pancasila.
Kedua tokoh sebagai simbol sila kedua dan ketiga ini merupakan inti dari
Pancasila yang didasari oleh ketuhanan yang maha esa. Pengamalannya haruslah
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan tujuan Pancasila yakni
sila kelima (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia) yang ditempuh
melalui sila keempat (musyawarah/demokrasi).
Bagi yang berkeyakinan islam dapat pula
diartikan bahwa kedua tokoh sebagai simbol rukun Islam yang kedua dan ketiga,
dimana keduanya merupakan kekuatan inti keimanan. Dibuktikan dengan banyaknya
ayat yang menyebutkan solat dan zakat secara bersamaan.
Apa yang didawuhkan Semar kepada kedua
pengeran?
"Bila kau ingin menjalani hidup mulia,
letakkan keinginanmu disini (dibawah kaki), dibawah keinginan Tuhanmu." Artinya
bahwa manusia hidup atas kehendak Tuhan, dan untuk sampai kepada Tuhan, manusia
hanya perlu menjalani hidup sesuai kehendak Tuhan. Disini saya sependapat
dengan Ki Dalang Sujiwo Tejo bahwa "tangga menuju langit adalah kepalamu,
maka letakkan kepala/pikiranmu dibawah kakimu untuk diinjak-injak agar kau
sampai ke langit."
Batik motif kangkung setingkes (kangkung,
bunga, dan burung) sengaja saya letakkan di atas sebagai simbol kerukunan hidup
bermasyarakat. Makna ini diperkuat dengan pinggiran batik berupa motif tapis
pucuk rebung khas Lampung, lengkap dengan semboyan propinsi Lampung "Sai
Bumi Ruwai Jurai". Artinya bahwa propinsi Lampung yang didominasi oleh
suku Jawa dan Lampung menerapkan dan harus selalu menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan dan persatuan sehingga tercipta kerukunan hidup bermasyarakat.
Dalam lingkup yang lebih luas, apabila
nilai-nilai luhur Pancasila diterapkan, tentunya "Bhineka Tunggal
Ika" bukan hanya sebatas semboyan bangsa belaka, tetapi merupakan wujud
dari tercapainya tujuan Pancasila itu sendiri sebagaimana yang diharapkan
Mahapatih Gajahmada.
Itulah pesan inti yang ingin
disampaikan lukisan "Semar
Dawuh" kepada saudaraku sebangsa dan setanah air di manapun berada.
Rohimatus Salamah