II. ISI
A. Profil
Tokoh
Jodi
Brotosuseno adalah seorang wirausaha di bidang kuiner yang sedang marak
dibicarakan di dunia maya karena kesuksesannya mendirikan warung makan dengan
menu makanan khas restoran mewah atau hotel bintang lima tetapi diperuntukkan
masyarakat menegah ke bawah. Jodi yang pernah berstatus mahasiswa jurusan
Arsitektur di Universitas Atma Jaya Yogyakarta memutuskan berhenti kuliah di
tengah jalan dan memilih untuk bekerja. Namun mancari pekerjaan dengan
bermodalkan ijazah SMA bukanlah perkara mudah. Awalnya ia memutuskan untuk
menjadi pegawai di restoran ayahya yang sudah terbilang sukses. Kenyataannya
dari sinilah cikal bakal Jodi menjadi wirausahawan sukses yang tak pernah ia
duga.
Jody Brotosuseno
lahir di Jakarta, 03 Maret 1974,
ia mendirikan Waroeng Steak and Shake pada 4 September 2000. Keputusan memilih
menu steak sebagai menu utama sekaligus nama usahanya ini terinspirasi dari
bisnis sang ayah yaitu restoran yang mengusung menu serupa berama Obong Steak.
Namun dalam konsep penyajian, Jodi tak mau mengikuti jejak ayahnya yang
menyajikan steak seperti biasa sehingga hanya dapat dinikmati kalangan menengah
ke atas. Waroeng Steak yang ia dirikan terlihat sangat sedehana dengan hanya
memilih lokasi di teras rumah dan hanya bermodalkan 100.000 rupiah. Pemilihan kata
Waroeng juga untuk menunjukkan bahwa
harga menu yang disediakan cukup terjangkau untuk masyarakat menengah ke
bawah.
Waroeng Steak
and Shake Jalan Cendrawasih 30 Demangan Yogyakarta bukanlah
jalan pertama yang ditempuh Jodi setelah putus kuliah. Jodi telah memutuskan
menikah dengan Siti Hariani pada 1998, namun saat itu ia masih menjadi pegawai
biasa di resoran ayahnya sehingga gajinya tak cukup untuk mecukupi kebutuhan
keluarganya. Sebelum ide mendirikan warung steak, Jodi dan istrinya telah jatuh
bangun dalam berjualan apa saja yang bisa dijual seperti roti bakar, jus buah,
susu, bahkan kaos partai ketika jumlah partai di Indonesia menjadi 48 dari
hanya berjumlah 3.
Jodi dan sang
istri adalah jenis wirausahawan yang berangkat menuju kesuksesan karena kecelakaan,
bukan perencanaan. Karena alasannya mendirikan bisnis kuliner bukan rencana
atau cita-cita tetapi karena tuntutan yang mengharuskannya mencari nafkah lebih
banyak untuk menghidupi anak istrinya. Namun kini Waroeng Steak and Shake sudah
mempunyai 50 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia diantaranya di Medan, Pekanbaru,
Palembang,
Lampung,
Bandung,
Jakarta,
Bogor,
Semarang,
Solo,
Yogyakarta,
Bali,
Surabaya
dan Makassar
telah memiliki 1.000 orang karyawan yang tersebar di berbagai cabang di
Indonesia. Jodi menyumbangkan sebagian keuntungan usaha itu dipakai untuk
mendanai Rumah Tahfidz, pesantren penghafal Al Quran
dengan santri hampir 2.000 orang dan mendanai tujuh Rumah Tahfidz.
B. Sejarah
Perkembangan Usaha Waroeng Steak And Shake
Menjadi
pengusaha berarti berani membuat trobosan baru. Dibutuhkan ide- ide segar, tak
cuma berpatok apa yang tersedia. Menjadi pengusaha dibidang kuliner butuh
keunikan. Perlunya identitas kuat untuk membedakan seorang wirausahawan yang satu dengan wirausahawan kuliner lain. Tak perlu memanggil chef asing,
cukup belajar keras untuk membuat menu itu menjadi nyata. Dalam menjalankan
usaha di bidang kuliner ini, Jodi melewati beberapa tahapan sebelum akhirhnya
terwujud 50 cabang di pelbagai kota, diantaranya :
1. Permulaan
Menjual
sepeda motor pemberian orang tua dilakukan sebagai modal awal usaha. kemudian menyewa
tempat untuk menjual steak racikanya di Demangan, Jogja. Sisa uang penjualan
motor pun dibelikan perlengkapan usaha dan motor butut untuk wara-wiri. 4
September 2000 menjadi titik balik hidup seorang Jodi dengan membuka usaha yang
ia beri nama “waroeng” agar kesan murah dan terjangkau timbul.
Pertama
kali mendirikan warung dengan konsep baru, Jodi dan sang istri, Anik, memiliki 2
karyawan. Semua pekerjaan produksi, penyajian, pemasaran, bahkan sanitasi
dilakukan berdua dengan bantuan karyawan. Kendati memilih kata “Warong”,
masyarakat tak langung tertarik karena kata “Steak” masih menjadikan kesan
utama bahwa mkanan yang disajikan bernilai mahal dan untuk kelas-kelas tertentu
saja. Saat itu warungnya hanya memiliki 5 hotplate di 5 meja makan karena memang
modal yang digunakan terlalu sedikit untuk mendapatkan perlatan yang memadai.
2. Promosi
Waroeng Steak and Shake bertujuan untuk menarik minat
mahasiswa namun karena ketidaktahuan dan kurangnya promosi, penghasilannya tak
langsung banyak, bahkan pernah sehari hanya menjual 30.000 rupiah saja.
Dalam berbisnis, masukan dan saran memang sangat berguna
untuk kemajuan dan perkembangan sebuah usaha. Hal ini juga dilakukannya atas
saran seorang konsumen agar warungnya
leih ramai. Semua saran konsumen dijadikan motivasi karena masukan konsumen
mewakili pendapat masyarakat terhadap usahanya. Jodi memilih jalan promosi
dengan memasang sebuah spanduk besar debgan warna mencolok di depan warung
steaknya. Di spanduk bertuliskan menu andalan dan harganya yang murah memuat
orang mudah menemukan lokasinya dan tergiur mencoba mengkonsumsinya. Selain itu
juga disebar brosur atau selebaran untuk menjaring minat para konsumen yang
kebanyakan berstatus mahasiswa.
Ketika warung steaknya mulai ramai setelah menerapkan
strategi promosi melalui spanduk dan selebaran, pelanggan mulai berdatangan.
Peralatan pun mulai ditambah menjadi 10 hotplate. Peralatan yang hanya
bertambah 5 buah namun dengan pengunjung yang bertambah semakin ramai membuat
pemiliknya terkadang kewalahan melayani pembeli. Prinsip cuci pakai menjadi
alternatif terbaik kala itu dimana piring akan langsung diambil dari meja
setelah selesai untuk dipakai konsumen selanjutnya. Prinsip cuci pakai yang
diterapkan tak seperti kebanyakan rrumah makan menerapkannya. Seringkali hotplate
diambil dari meja pelanggan yang sudah selesai makan tapi belum meninggalkan
meja saji. Namun hal ini harus tetap dilakukan karena atrian panjang sudah
mengular panjang guna mencicipi menu andalan warungnya.
3. Penambahan
Alat dan Perekrutan Karyawan
Waroeng Steak and Shake semakin marak dibicarakan dan
semakin banyak dikunjungi konsumen sehingga penghasilan meningkat. Seiring
dengan meningkatnya jumlah konsumen, maka kualitas harus lebih baik sehingga
peralatan ditambah dan dilakukan perekrutan karyawan untuk melayani konsumen
yang tak mungkin lagi dilakukan berdua. Akhirnya dilakukan perekrutan karyawan
untuk pertama kalinya. Selain itu mereka juga menaambah jumlah hotplate dan
peralatan lainnya.
4. Pembukaan
Cabang
Usaha yang semakin maju dan mulai mendapatkan nama di mata
masyarakat sudah selayaknya merambah jangkauan lebih luas agar produk tak hanya dapat dinikmati masyarakat
tertentu saja. Jodi pun optimis mendirikan cabang pertama setelah satu tahun
berkecimpung dalam bisnis kuliner khas negara barat dengan kemasan
konvensional. Dalam mendirikan cabang pertama, tidak diteui banyak kesulitan
karena beberapa kerabat ikut menanam modal sehingga terwujudlah cabang Waroeng
Steak and Shake yang pertama.
Bisnis ini menggunakan prinsip bagi hasil dengan penanam
modal. Pola yang sama digunakan hingga ke 8 gerai tercatat
dibuka. Selanjutnya Jodi bisa mendanai sendiri gerai ke 9 dan seterusnya.
5. Medidik
Karyawan
Mengelola
lebih dari 1.000 karyawan bukan urusan sepele. Tak sekadar memberdayakan para karyawan, Jodi juga merasa berkewajiban
ikut membangun spiritualitas orang-orang yang bekerja dengannya.
Awalnya,
Jodi hanya berpikir praktis dengan mengikutkan
hampir seluruh karyawannya training ESQ. Namun atas masukan beberapa ustaz, Jodi akhirnya menerapkan
prinsip “spiritual company”. Konsep bisnis yang jarang dipakai
perusahaan.Setiap hari, absensi yang menunggu para karyawan untuk diisi adalah
absensi Salat Duha. Jody juga menyediakan form khusus untuk hafalan satu juz
ayat-ayat Alquran atau surat-surat pilihan. Bagi karyawan yang mampu menghafal
satu juz, Jody akan memberikan penghargaan berupa hadiah Umrah.
Aturan
spiritual company yang ia buat juga mewajibkan karyawan untuk berhenti merokok,
menunaikan salat wajib tepat waktu, dan membaca Alquran satu hari satu juz. Ia
juga menggelar pengajian rutin bagi para karyawan Waroeng Steak & Shake.
6. Merambah
Dunia Olahraga
Saat
Waroeng Steak and Shake semakin berkembang, Jodi kembali membuat keputusan
untuk berkonsentrasi penuh. Ia meninggalkan Obonk Steak milik sang ayahnya agar
bisa sepenuhnya mengurus Waroeng Steak and Shake. Sejak 2002, Waroeng Steak and
Shake yang terus menambah gerai.
Konsentrasi
membawa hasil menggembirakan. Kini, 50 gerai Waroeng Steak and Shake di
sejumlah kota telah menjamur. Selain itu juga dibuka gerai aneka makanan dengan
bendera Festival Kuliner. Bisnis kulinernya dilengkapi dengan Waroeng Penyetan
dan Bebaqaran serta delapan gerai waralaba merek lain. Melihat kesempatan yang
ada, didirikannya pula bisnis di bidang olahraga yaitu arena futsal.
Meski yakin pasar
Indonesia masih terbuka sangat luas, Jodi sudah mulai mempersiapkan ekspansi ke
luar negeri. Untuk pasar luar negeri, Waroeng Group akan menggunakan pola
waralaba.
7. Rumah Tahfidz
Tidak semua hasil kerja dinikmati sendiri oleh Jodi. Salah
satu gerainya di kawasan Gejayan, Yogyakarta, didedikasikan untuk kegiatan
amal. Seluruh keuntungan dari gerai itu dipakai untuk mendanai rumah Tahfidz,
pesantren penghafal Al Quran dengan santri hampir 2.000 orang. Selain dari
gerai itu, juga disumbangkan sebagian keuntungan dari unit usaha lainnya untuk
mendanai tujuh rumah Tahfidz yang dikelola.
Selain sibuk
mengurus usaha, Jodi bersama Ustaz Yusuf Mansur aktif pula mendirikan Rumah
Tahfizh di berbagai penjuru Indonesia dan mengasuh ratusan anak untuk menghafal
Alquran. Saat ini sudah berdiri empat Rumah Tahfizh yang mengasuh 83 santri
mukim dan 60 santri kalong, satu di antaranya adalah Rumah Tahfizh Waroeng
Group.
C. Manajemen
Diri dan Usaha
Medirikan usaha tak semudah menuliskan keinginan di atas
kertas. Dengan hanya memiliki ijazah SMA dan meninggalkan bangku Arsitektur
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jodi mengambil jalan sebagai wirausahawan
muda dengan banting setir dan jungkir balik. Dibalik kesuksesan seseorang tentu
terdapat sifat dan rahasia yang baik dan memotivasi.
Adapun Jodi Brotosuseno termasuk orang yang tegas dalam
mengambil keputusan. Terbukti ia tak segan putus kuliah dalam hitungan semester
yang tak lagi dikatakan muda. Jodi meninggalkan kuliah di semester 8 dan
memilih untuk mencai pekerjaan meski tak terkendala keadaan ekonomi. Ia berasal
dari keluarga berkecukupan di mana orang tuanya telah terlebih dahulu menggeluti
usaha dalam bidang serupa dan memiliki 60 gerai. Selain itu, memutuskan untuk
menikah meski gaji yang diterima belum memadai juga termasuk keputusan yang
tegas bila dibandingkan dengan pemuda jama sekarang yang kebanyakan takut
menikah meski telah mecukupi dari segi umur maupun ekonomi.
Sikap pekerja keras dan pantang menyerah juga menjadi faktor
terpenting dalam meraih kesuksesan. Jodi tak pernah menyerah meski masa-masa
sulit setelah meninggalkan kuliah mengepungnya disana-sini. Mengumpulkan pundi-pundi
rupiah dengan berjualan di sela-sela pekerjaannya menjadi pegawai juga
dilakukan. Mulai dari berjualan roti bakar, susu, jus buah dan barang-barang
kecil dengan untung kecil lainnya.
Manajemen usaha tak akan pernah terlepas dari perhitungan
yang matang. Sebab tanpa perhitungan, input dan output tak terkontrol. Hal ini
dapat menimbulkan kerugian jika output produksi dan lain-lainnya melebihi input
yang diterima. Meski terbilang nekat, Jodi yang gagal menjadi sarjana
arsitektur tetap memperhitungkan pengeluaran dan pemasukan sehingga keuntungan
yang terkumpu sedikit demi sedikit dapat digunakan untuk menggaji karyawan dan
memnuhii kebutuhan keluarganya. Dari sisa yang sesikit juga dikumpulkan untuk
menambah peralatan sehingga semua terorganisir dengan baik.
Selain manajemen usaha yang baik, manajemen diri dan
karyawan juga merupakan hal terpenting yang tak bisa diabaikan. Setelah sukses
mengatur dan memimpin diri sendiri yang dibuktikan dari uraian di atas, Jodi
juga berkewajiban memanajemen orang-oraang yang bekerja padanya. Pada mulanya
karyawan akan diikutkan pelatihan Emosional, Spiritual dan Quotient (ESQ),
tetapi saran dari seorang ustadz menjadi lebih penting karena selain hasilnya
menjadi lebih baik dalam bekerja juga lebih baik dalam beribadah. Sehingga
keputusan untuk mengontrol ibadah dan melatih amalan karyawan menjadikan faktor
pendukung kesuksesan yang berkah.
D. Sisi
Unggul Wirausaha
Dari uraaian di atas, tentunya kita dapat mengambil sisi
unggul atau kelebihan seorang wirausahawan yang berangkat dari titik nol,
diantaranya :
1. Modal
Nekat namun Penuh Perhitungan
Keputusan meninggalkan bangku kuliah pada semester 8
bukanlah perkara yang semua mahasiswa ringan melakukannya. Namun, Jodi tegas
melaksanakan keputusannya. Menjual motor pemberian keluarga juga tak semua
pemuda mau melakukannya untuk modal usaha. Rata-rata pemuda jaman sekarang
enggan hidup jika tak memiliki tunggangan, namun Jodi tak mau mengikuti gaya
hidup yang tak bermakna itu. dengan menjual sepeda motor bukan berarti ia tak
punya apa-apa lagi. Faktanya dari sisa penjualan motor yang digunakannya untuk
mengontrak rumah dan membeli peralatan, terbeli sebuah motor tua sebagai
penganti motor yang terjual.
2. Memilih
Ide dan Sasaran yang Tepat
Tidak
semua orang mampu mencoba hal baru dan mengubah konsep dari suatu keadaan yang
sudah memiliki kesan tertentu, seperti halnya steak. Dalam keadaan yang normal
ditemui, steak diperuntukkan bagi kalanga menengah keatas serta memiliki kesan
mewah dan mahal, namun berkat ide yang berbeda, steak disulap menjadi unik
dengan cara penyajian bersama nasi dan tersedia di warung makan sederhana.
Karena idenya sudah bagus, sasarannya juga harus sesuai. Maka mahasiswa yang
notabene berkantong tipis namun memiliki selera yang tinggi dijadikan sasaran
utama untuk menyukseskan ide kratifnya.
3. Kerja
Keras dan Tak Mudah Bangga
Mendirikan usaha tak seberapa sulit dibandingkan dengan
mengembangkannya. Berawal dari banting setir dan jungkir balik hingga akhirnya
menemukan jalan yang tepat, sosok Jodi Brotosuseno tak lantas puas dengan
pencapaiannya dengan Warong Steak and Shake pertamanya. Berani menggandeng
kerabat untuk menanam modal merupakan salah satu usaha yang bagus. Kemudian
juga menggandeng para ustadz untuk ikut berinvestasi sehingga jumlah gerai yang
didirikan semakin banyak.
4.
Kerja
Cerdas
Kerja cerdas adalah
tahap kedua yang harus dilakoni seorang entrepreneur sukses. Apabila kerja
keras bisa dilakukan dengan cukup mudah sehingga hampir semua orang bisa melakukannya,
maka kerja cerdas memiliki tuntutan lebih. Kerja cerdas mengharuskan seseorang
untuk menggunakan otaknya. Ia harus mempertimbangkan banyak hal. Mengkalkulasi
kelebihan dan kekurangan dari setiap opsi kemudian menentukan yang paling baik.
Pekerjaan yang tidak ringan. kerja kerasnya dibarengi dengan kerja cerdas pula
meskipun sebisanya. Ketika beliau menjual susu segar, tempat yang beliau pilih
untuk berdagang adalah di depan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Jogja. Tentu saja,
dagangannya amatlah laris karena orang sakit akan dibelikan oleh keluarga yang
menunggui atau yang membesuk berupa minuman yang menyehatkan yaitu susu.
Begitu juga ketika memulai usaha steak.
Ia survei terlebih dahulu berbagai macam steak. Dari survei yang ia lakukan, Ia
lalu menemukan bahwa steak yang sebenarnya sangatlah mahal sehingga tidak
terjangkau oleh banyak kalangan terutama mahasiswa. Hal itu adalah masalah
sekaligus potensi. Maka, ia putar otak dan ditemukanlah resep yang digunakan
hingga saat ini. Tanpa ragu, ia membagikan rahasianya kepada kami para peserta.
Daging steak yang biasanya tebal diubah menjadi tipis tetapi ia tambah dengan
tepung sehingga ada efek crispy. Dengan begitu, steak menjadi terjangkau.
5. Spiritual
Company
Mengelola 1.000 karyawan bukanlah hal
mudah. Ia merasa berkewajiban untuk ikut memberdayakan karyawannya yang berasal
dari berbagai latar belakang sosial dan budaya tersebut. Awalnya, Jodi
hanya berpikir praktis dengan mengikutkan hampir seluruh karyawannya training
ESQ. Namun atas masukan beberapa ustadz, Jody akhirnya membuat Spiritual
Company, dan mendaulat Ustadz Syamsuri untuk membuat sistem sekaligus
mengawalnya.
Menurut Ustadz Syamsuri, Spiritual Company ini terdiri dari
dakwah dan pendidikan Islam. Untuk dakwah bil hal, dilakukan melalui olahraga,
kegiatan sosial, infaq karyawan, dan seni budaya.
Memotivasi karyawan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan juga
dapat dilakukan dengan cara lain yaitu dengan memberikan hadiah umroh kepada
karyawan yang hafal surat-surat tertentu. Sehingg dengan cara ini, Religiulitas
semakin terbangun disamping kemampuan yang semakin meningkat.
E. Sisi
Lemah Wirausaha
Semua yang memiliki kelebihan tentu memiliki kekurangan.
Inilah hukum alam yang tak mungkin dapat dipungkiri. Dibalik kesuksesan Waroeng
Steak and Shake terdapat beberapa
kekurangan yang perlu diperhatikan oleh para pemuda maupun siapa saja yang
berniat menjadikan wirausaha sebagai ladang bisnis. Dengan memperhatikan kekurangan,
diharapkan dapat meminimalisir kesalahan. Adapun kelemahan Jodi Brotosuseno
dalam merintis usahanya yaitu :
1. Tidak
Menerapkan Ilmu yang Didapat dari Bangku Kuliah
Sebagai mahasiswa Arsitektur, seharusnya Jodi Brotosuseno
sedikit menerapkan ilmu yang ditekuninya. Misalnya mendesain warung makan dan
memilih lokasi strategis tidak dilakukan Jodi pada awal merintis usahanya,
sehingga wajar jika warungnya tak kunjung mendapat pelanggan. Pemilihan kata
“waroeng” sebelum kata “steak” yang terkesan sederhana justru tak menimbulkan
kesan unik karena tanpa desain, warung makan milik Jodi sama saja dengan warung
makan lainnya dengan menu nasi uduk atau lontong sayur, tidak ada keistimewaan
yang menarik perhatian.
2. Tidak
Menerapkan Strategi Pemasaran
Selain itu Jodi juga membiarkan pelanggan mencari sendiri
warung steaknya yang masih asing dalam masyarakat. Strategi promosi baru
silakukan setelah mendapat saran dari pelanggan. Menerima dan melaksanakan
saran pelanggan bukanah hal yang buruk, namn perhitungan Jodi tak sampai pada
hal ini sehingga membiarkan bisnisnya menuai duka berupa sepi pelanggan dan
tipisnya pemasukan di awal. Wirausahawan perlu memperhatikan hal ini karena
promosi menentukan kecepatan produk dapat dikenal untuk kemudian mendatangkan
keuntungan lebih besarr. Bukan hanya berlaku bagi wirausahawan barang namun
juga jasa. Semuanya perlu strategi promosi.
3. Bukan
Karena Perencanaan Tapi Karena Kecelakaan
Tak
bisa dikatakan kesuksesan pemilik Waroeng Steak and Shake terjadi karena
perencanaan yang matang dari awal. Menjadi sukses karena tuntutan hidup yang
mengharuskan seseorang bertindakk lebih dan bergerak cepat bukan sebuah
kesalahan, namun langkah baiknya jika perencanaan yang mengawali semuanya.
Dimulai dari mimpi, haparan, kemudian menyusun rencana dan mewujudkannya.
Hasilnya akan lebih memuaskan dirasa dan kesungguhannya akan lebih bernilai.
III.
KESIMPULAN
Dari
pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa wirausahawan Jodi Brotosuseno
merupakan seorang pemuda yang tak mengikuti trend hidup anak muda sesuai
perkembangan jaman secara berlebihan. Ada banyak sifat yang patut ditiru bagi
seorang wirausahawan untuk meniti kesuksesan diantaranya yaitu kerja keras,
kerja cerdas, pantang menyerah, tak mudah puas dan bangga dengan pencapaian
tertentu, mengembangkan ide dan memilih saaran bisnis dengan tepat, memanajemen
diri sendiri dan lingkungan usaha, dan tidak melupakan kewajiban sebagai
seorang manusia dan seorang hamba.
DAFTAR PUSTAKA
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/06/08/08323684/Gagal.Jadi.Arsitek.Sukses.Berbisnis.Steik.
Diunduh pada 10 September 2016, 11.23 WIB.
https://id.wikipedia.org/wiki/Jody_Brotosuseno.
Diunduh pada 9 September 2016, 5.20 WIB.
http://santapjogja.com/jody-broto-suseno-bocoran-sukses-dari-empunya-waroeng-steak-shake-yang-gemilang/.
Diunduh pada 10 September, 09.11 WIB.
http://syariahcenter.com/kisah-jody-broto-suseno-dan-warung-kesuksesan-akhirat/.
Diunduh pada 9 September 2016, 13.15 WIB.
https://umamiwidyaningrum.wordpress.com/2015/08/13/kisah-pengusaha-sukses-di-bidang-kuliner-jody-broto-suseno-pemilik-woroeng-steak-n-shake-dan-pendiri-rumh-tahfizh/.
Diunduh pada 8 September 2016, 08.45 WIB.
http://www.ciputraentrepreneurship.com/kuliner/23725-gagal-jadi-arsitek-kini-jadi-juragan-steik.html. Diunduh pada 10 September 2016, 10.58
WIB.