Senin, Oktober 03, 2016

Makalah Wirausahawan Jodi Brotosuseno



II. ISI


A.  Profil Tokoh

Jodi Brotosuseno adalah seorang wirausaha di bidang kuiner yang sedang marak dibicarakan di dunia maya karena kesuksesannya mendirikan warung makan dengan menu makanan khas restoran mewah atau hotel bintang lima tetapi diperuntukkan masyarakat menegah ke bawah. Jodi yang pernah berstatus mahasiswa jurusan Arsitektur di Universitas Atma Jaya Yogyakarta memutuskan berhenti kuliah di tengah jalan dan memilih untuk bekerja. Namun mancari pekerjaan dengan bermodalkan ijazah SMA bukanlah perkara mudah. Awalnya ia memutuskan untuk menjadi pegawai di restoran ayahya yang sudah terbilang sukses. Kenyataannya dari sinilah cikal bakal Jodi menjadi wirausahawan sukses yang tak pernah ia duga.

Jody Brotosuseno  lahir di Jakarta, 03 Maret 1974, ia mendirikan Waroeng Steak and Shake pada 4 September 2000. Keputusan memilih menu steak sebagai menu utama sekaligus nama usahanya ini terinspirasi dari bisnis sang ayah yaitu restoran yang mengusung menu serupa berama Obong Steak. Namun dalam konsep penyajian, Jodi tak mau mengikuti jejak ayahnya yang menyajikan steak seperti biasa sehingga hanya dapat dinikmati kalangan menengah ke atas. Waroeng Steak yang ia dirikan terlihat sangat sedehana dengan hanya memilih lokasi di teras rumah dan hanya bermodalkan 100.000 rupiah. Pemilihan kata Waroeng juga untuk menunjukkan bahwa  harga menu yang disediakan cukup terjangkau untuk masyarakat menengah ke bawah.
Waroeng Steak and Shake Jalan Cendrawasih 30 Demangan Yogyakarta bukanlah jalan pertama yang ditempuh Jodi setelah putus kuliah. Jodi telah memutuskan menikah dengan Siti Hariani pada 1998, namun saat itu ia masih menjadi pegawai biasa di resoran ayahnya sehingga gajinya tak cukup untuk mecukupi kebutuhan keluarganya. Sebelum ide mendirikan warung steak, Jodi dan istrinya telah jatuh bangun dalam berjualan apa saja yang bisa dijual seperti roti bakar, jus buah, susu, bahkan kaos partai ketika jumlah partai di Indonesia menjadi 48 dari hanya berjumlah 3.
Jodi dan sang istri adalah jenis wirausahawan yang berangkat menuju kesuksesan karena kecelakaan, bukan perencanaan. Karena alasannya mendirikan bisnis kuliner bukan rencana atau cita-cita tetapi karena tuntutan yang mengharuskannya mencari nafkah lebih banyak untuk menghidupi anak istrinya. Namun kini Waroeng Steak and Shake sudah mempunyai 50 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia diantaranya di Medan, Pekanbaru, Palembang, Lampung, Bandung, Jakarta, Bogor, Semarang, Solo, Yogyakarta, Bali, Surabaya dan Makassar telah memiliki 1.000 orang karyawan yang tersebar di berbagai cabang di Indonesia. Jodi menyumbangkan sebagian keuntungan usaha itu dipakai untuk mendanai Rumah Tahfidz, pesantren penghafal Al Quran dengan santri hampir 2.000 orang dan mendanai tujuh Rumah Tahfidz.

B.  Sejarah Perkembangan Usaha Waroeng Steak And Shake


Menjadi pengusaha berarti berani membuat trobosan baru. Dibutuhkan ide- ide segar, tak cuma berpatok apa yang tersedia. Menjadi pengusaha dibidang kuliner butuh keunikan. Perlunya identitas kuat untuk membedakan seorang wirausahawan  yang satu dengan wirausahawan  kuliner lain. Tak perlu memanggil chef asing, cukup belajar keras untuk membuat menu itu menjadi nyata. Dalam menjalankan usaha di bidang kuliner ini, Jodi melewati beberapa tahapan sebelum akhirhnya terwujud 50 cabang di pelbagai kota, diantaranya :

1.    Permulaan

Menjual sepeda motor pemberian orang tua dilakukan  sebagai modal awal usaha. kemudian menyewa tempat untuk menjual steak racikanya di Demangan, Jogja. Sisa uang penjualan motor pun dibelikan perlengkapan usaha dan motor butut untuk wara-wiri. 4 September 2000 menjadi titik balik hidup seorang Jodi dengan membuka usaha yang ia beri nama “waroeng” agar kesan murah dan terjangkau timbul.
                                                                               
Pertama kali mendirikan warung dengan konsep baru, Jodi dan sang istri, Anik, memiliki 2 karyawan. Semua pekerjaan produksi, penyajian, pemasaran, bahkan sanitasi dilakukan berdua dengan bantuan karyawan. Kendati memilih kata “Warong”, masyarakat tak langung tertarik karena kata “Steak” masih menjadikan kesan utama bahwa mkanan yang disajikan bernilai mahal dan untuk kelas-kelas tertentu saja. Saat itu warungnya hanya memiliki 5 hotplate di 5 meja makan karena memang modal yang digunakan terlalu sedikit untuk mendapatkan perlatan yang memadai.

2.    Promosi

Waroeng Steak and Shake bertujuan untuk menarik minat mahasiswa namun karena ketidaktahuan dan kurangnya promosi, penghasilannya tak langsung banyak, bahkan pernah sehari hanya menjual 30.000 rupiah saja.

Dalam berbisnis, masukan dan saran memang sangat berguna untuk kemajuan dan perkembangan sebuah usaha. Hal ini juga dilakukannya atas saran seorang konsumen  agar warungnya leih ramai. Semua saran konsumen dijadikan motivasi karena masukan konsumen mewakili pendapat masyarakat terhadap usahanya. Jodi memilih jalan promosi dengan memasang sebuah spanduk besar debgan warna mencolok di depan warung steaknya. Di spanduk bertuliskan menu andalan dan harganya yang murah memuat orang mudah menemukan lokasinya dan tergiur mencoba mengkonsumsinya. Selain itu juga disebar brosur atau selebaran untuk menjaring minat para konsumen yang kebanyakan berstatus mahasiswa.

Ketika warung steaknya mulai ramai setelah menerapkan strategi promosi melalui spanduk dan selebaran, pelanggan mulai berdatangan. Peralatan pun mulai ditambah menjadi 10 hotplate. Peralatan yang hanya bertambah 5 buah namun dengan pengunjung yang bertambah semakin ramai membuat pemiliknya terkadang kewalahan melayani pembeli. Prinsip cuci pakai menjadi alternatif terbaik kala itu dimana piring akan langsung diambil dari meja setelah selesai untuk dipakai konsumen selanjutnya. Prinsip cuci pakai yang diterapkan tak seperti kebanyakan rrumah makan menerapkannya. Seringkali hotplate diambil dari meja pelanggan yang sudah selesai makan tapi belum meninggalkan meja saji. Namun hal ini harus tetap dilakukan karena atrian panjang sudah mengular panjang guna mencicipi menu andalan warungnya.

3.    Penambahan Alat dan Perekrutan Karyawan

Waroeng Steak and Shake semakin marak dibicarakan dan semakin banyak dikunjungi konsumen sehingga penghasilan meningkat. Seiring dengan meningkatnya jumlah konsumen, maka kualitas harus lebih baik sehingga peralatan ditambah dan dilakukan perekrutan karyawan untuk melayani konsumen yang tak mungkin lagi dilakukan berdua. Akhirnya dilakukan perekrutan karyawan untuk pertama kalinya. Selain itu mereka juga menaambah jumlah hotplate dan peralatan lainnya.

4.    Pembukaan Cabang

Usaha yang semakin maju dan mulai mendapatkan nama di mata masyarakat sudah selayaknya merambah jangkauan lebih luas agar  produk tak hanya dapat dinikmati masyarakat tertentu saja. Jodi pun optimis mendirikan cabang pertama setelah satu tahun berkecimpung dalam bisnis kuliner khas negara barat dengan kemasan konvensional. Dalam mendirikan cabang pertama, tidak diteui banyak kesulitan karena beberapa kerabat ikut menanam modal sehingga terwujudlah cabang Waroeng Steak and Shake yang pertama.

Bisnis ini menggunakan prinsip bagi hasil dengan penanam modal. Pola yang sama digunakan hingga ke 8 gerai tercatat dibuka. Selanjutnya Jodi bisa mendanai sendiri gerai ke 9 dan seterusnya.

5.    Medidik Karyawan
Mengelola lebih dari 1.000 karyawan bukan urusan sepele. Tak sekadar memberdayakan para karyawan, Jodi juga merasa berkewajiban ikut membangun spiritualitas orang-orang yang bekerja dengannya.
Awalnya, Jodi  hanya berpikir praktis dengan mengikutkan hampir seluruh karyawannya training ESQ. Namun atas masukan beberapa ustaz, Jodi akhirnya menerapkan prinsip “spiritual company”. Konsep bisnis yang jarang dipakai perusahaan.Setiap hari, absensi yang menunggu para karyawan untuk diisi adalah absensi Salat Duha. Jody juga menyediakan form khusus untuk hafalan satu juz ayat-ayat Alquran atau surat-surat pilihan. Bagi karyawan yang mampu menghafal satu juz, Jody akan memberikan penghargaan berupa hadiah Umrah.
Aturan spiritual company yang ia buat juga mewajibkan karyawan untuk berhenti merokok, menunaikan salat wajib tepat waktu, dan membaca Alquran satu hari satu juz. Ia juga menggelar pengajian rutin bagi para karyawan Waroeng Steak & Shake.
6.    Merambah Dunia Olahraga

Saat Waroeng Steak and Shake semakin berkembang, Jodi kembali membuat keputusan untuk berkonsentrasi penuh. Ia meninggalkan Obonk Steak milik sang ayahnya agar bisa sepenuhnya mengurus Waroeng Steak and Shake. Sejak 2002, Waroeng Steak and Shake yang terus menambah gerai.

Konsentrasi membawa hasil menggembirakan. Kini, 50 gerai Waroeng Steak and Shake di sejumlah kota telah menjamur. Selain itu juga dibuka gerai aneka makanan dengan bendera Festival Kuliner. Bisnis kulinernya dilengkapi dengan Waroeng Penyetan dan Bebaqaran serta delapan gerai waralaba merek lain. Melihat kesempatan yang ada, didirikannya pula bisnis di bidang olahraga yaitu arena futsal.

Meski yakin pasar Indonesia masih terbuka sangat luas, Jodi sudah mulai mempersiapkan ekspansi ke luar negeri. Untuk pasar luar negeri, Waroeng Group akan menggunakan pola waralaba.

7.    Rumah Tahfidz
Tidak semua hasil kerja dinikmati sendiri oleh Jodi. Salah satu gerainya di kawasan Gejayan, Yogyakarta, didedikasikan untuk kegiatan amal. Seluruh keuntungan dari gerai itu dipakai untuk mendanai rumah Tahfidz, pesantren penghafal Al Quran dengan santri hampir 2.000 orang. Selain dari gerai itu, juga disumbangkan sebagian keuntungan dari unit usaha lainnya untuk mendanai tujuh rumah Tahfidz yang dikelola.
Selain sibuk mengurus usaha, Jodi bersama Ustaz Yusuf Mansur aktif pula mendirikan Rumah Tahfizh di berbagai penjuru Indonesia dan mengasuh ratusan anak untuk menghafal Alquran. Saat ini sudah berdiri empat Rumah Tahfizh yang mengasuh 83 santri mukim dan 60 santri kalong, satu di antaranya adalah Rumah Tahfizh Waroeng Group.

C.  Manajemen Diri dan  Usaha

Medirikan usaha tak semudah menuliskan keinginan di atas kertas. Dengan hanya memiliki ijazah SMA dan meninggalkan bangku Arsitektur Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jodi mengambil jalan sebagai wirausahawan muda dengan banting setir dan jungkir balik. Dibalik kesuksesan seseorang tentu terdapat sifat dan rahasia yang baik dan memotivasi.

Adapun Jodi Brotosuseno termasuk orang yang tegas dalam mengambil keputusan. Terbukti ia tak segan putus kuliah dalam hitungan semester yang tak lagi dikatakan muda. Jodi meninggalkan kuliah di semester 8 dan memilih untuk mencai pekerjaan meski tak terkendala keadaan ekonomi. Ia berasal dari keluarga berkecukupan di mana orang tuanya telah terlebih dahulu menggeluti usaha dalam bidang serupa dan memiliki 60 gerai. Selain itu, memutuskan untuk menikah meski gaji yang diterima belum memadai juga termasuk keputusan yang tegas bila dibandingkan dengan pemuda jama sekarang yang kebanyakan takut menikah meski telah mecukupi dari segi umur maupun ekonomi.

Sikap pekerja keras dan pantang menyerah juga menjadi faktor terpenting dalam meraih kesuksesan. Jodi tak pernah menyerah meski masa-masa sulit setelah meninggalkan kuliah mengepungnya disana-sini. Mengumpulkan pundi-pundi rupiah dengan berjualan di sela-sela pekerjaannya menjadi pegawai juga dilakukan. Mulai dari berjualan roti bakar, susu, jus buah dan barang-barang kecil dengan untung kecil lainnya.

Manajemen usaha tak akan pernah terlepas dari perhitungan yang matang. Sebab tanpa perhitungan, input dan output tak terkontrol. Hal ini dapat menimbulkan kerugian jika output produksi dan lain-lainnya melebihi input yang diterima. Meski terbilang nekat, Jodi yang gagal menjadi sarjana arsitektur tetap memperhitungkan pengeluaran dan pemasukan sehingga keuntungan yang terkumpu sedikit demi sedikit dapat digunakan untuk menggaji karyawan dan memnuhii kebutuhan keluarganya. Dari sisa yang sesikit juga dikumpulkan untuk menambah peralatan sehingga semua terorganisir dengan baik.

Selain manajemen usaha yang baik, manajemen diri dan karyawan juga merupakan hal terpenting yang tak bisa diabaikan. Setelah sukses mengatur dan memimpin diri sendiri yang dibuktikan dari uraian di atas, Jodi juga berkewajiban memanajemen orang-oraang yang bekerja padanya. Pada mulanya karyawan akan diikutkan pelatihan Emosional, Spiritual dan Quotient (ESQ), tetapi saran dari seorang ustadz menjadi lebih penting karena selain hasilnya menjadi lebih baik dalam bekerja juga lebih baik dalam beribadah. Sehingga keputusan untuk mengontrol ibadah dan melatih amalan karyawan menjadikan faktor pendukung kesuksesan yang berkah.


D.  Sisi Unggul Wirausaha

Dari uraaian di atas, tentunya kita dapat mengambil sisi unggul atau kelebihan seorang wirausahawan yang berangkat dari titik nol, diantaranya :



1.    Modal Nekat namun Penuh Perhitungan

Keputusan meninggalkan bangku kuliah pada semester 8 bukanlah perkara yang semua mahasiswa ringan melakukannya. Namun, Jodi tegas melaksanakan keputusannya. Menjual motor pemberian keluarga juga tak semua pemuda mau melakukannya untuk modal usaha. Rata-rata pemuda jaman sekarang enggan hidup jika tak memiliki tunggangan, namun Jodi tak mau mengikuti gaya hidup yang tak bermakna itu. dengan menjual sepeda motor bukan berarti ia tak punya apa-apa lagi. Faktanya dari sisa penjualan motor yang digunakannya untuk mengontrak rumah dan membeli peralatan, terbeli sebuah motor tua sebagai penganti motor yang terjual.

2.    Memilih Ide dan Sasaran yang Tepat
Tidak semua orang mampu mencoba hal baru dan mengubah konsep dari suatu keadaan yang sudah memiliki kesan tertentu, seperti halnya steak. Dalam keadaan yang normal ditemui, steak diperuntukkan bagi kalanga menengah keatas serta memiliki kesan mewah dan mahal, namun berkat ide yang berbeda, steak disulap menjadi unik dengan cara penyajian bersama nasi dan tersedia di warung makan sederhana. Karena idenya sudah bagus, sasarannya juga harus sesuai. Maka mahasiswa yang notabene berkantong tipis namun memiliki selera yang tinggi dijadikan sasaran utama untuk menyukseskan ide kratifnya.
3.    Kerja Keras dan Tak Mudah Bangga

Mendirikan usaha tak seberapa sulit dibandingkan dengan mengembangkannya. Berawal dari banting setir dan jungkir balik hingga akhirnya menemukan jalan yang tepat, sosok Jodi Brotosuseno tak lantas puas dengan pencapaiannya dengan Warong Steak and Shake pertamanya. Berani menggandeng kerabat untuk menanam modal merupakan salah satu usaha yang bagus. Kemudian juga menggandeng para ustadz untuk ikut berinvestasi sehingga jumlah gerai yang didirikan semakin banyak.

4.      Kerja Cerdas

Kerja cerdas adalah tahap kedua yang harus dilakoni seorang entrepreneur sukses. Apabila kerja keras bisa dilakukan dengan cukup mudah sehingga hampir semua orang bisa melakukannya, maka kerja cerdas memiliki tuntutan lebih. Kerja cerdas mengharuskan seseorang untuk menggunakan otaknya. Ia harus mempertimbangkan banyak hal. Mengkalkulasi kelebihan dan kekurangan dari setiap opsi kemudian menentukan yang paling baik. Pekerjaan yang tidak ringan. kerja kerasnya dibarengi dengan kerja cerdas pula meskipun sebisanya. Ketika beliau menjual susu segar, tempat yang beliau pilih untuk berdagang adalah di depan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Jogja. Tentu saja, dagangannya amatlah laris karena orang sakit akan dibelikan oleh keluarga yang menunggui atau yang membesuk berupa minuman yang menyehatkan yaitu susu.

Begitu juga ketika memulai usaha steak. Ia survei terlebih dahulu berbagai macam steak. Dari survei yang ia lakukan, Ia lalu menemukan bahwa steak yang sebenarnya sangatlah mahal sehingga tidak terjangkau oleh banyak kalangan terutama mahasiswa. Hal itu adalah masalah sekaligus potensi. Maka, ia putar otak dan ditemukanlah resep yang digunakan hingga saat ini. Tanpa ragu, ia membagikan rahasianya kepada kami para peserta. Daging steak yang biasanya tebal diubah menjadi tipis tetapi ia tambah dengan tepung sehingga ada efek crispy. Dengan begitu, steak menjadi terjangkau.
5.    Spiritual Company

Mengelola 1.000 karyawan bukanlah hal mudah. Ia merasa berkewajiban untuk ikut memberdayakan karyawannya yang berasal dari berbagai latar belakang sosial dan budaya tersebut. Awalnya, Jodi hanya berpikir praktis dengan mengikutkan hampir seluruh karyawannya training ESQ. Namun atas masukan beberapa ustadz, Jody akhirnya membuat Spiritual Company, dan mendaulat Ustadz Syamsuri untuk membuat sistem sekaligus mengawalnya.

Menurut Ustadz Syamsuri, Spiritual Company ini terdiri dari dakwah dan pendidikan Islam. Untuk dakwah bil hal, dilakukan melalui olahraga, kegiatan sosial, infaq karyawan, dan seni budaya.
Memotivasi karyawan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan juga dapat dilakukan dengan cara lain yaitu dengan memberikan hadiah umroh kepada karyawan yang hafal surat-surat tertentu. Sehingg dengan cara ini, Religiulitas semakin terbangun disamping kemampuan yang semakin meningkat.

E.   Sisi Lemah Wirausaha

Semua yang memiliki kelebihan tentu memiliki kekurangan. Inilah hukum alam yang tak mungkin dapat dipungkiri. Dibalik kesuksesan Waroeng Steak  and Shake terdapat beberapa kekurangan yang perlu diperhatikan oleh para pemuda maupun siapa saja yang berniat menjadikan wirausaha sebagai ladang bisnis. Dengan memperhatikan kekurangan, diharapkan dapat meminimalisir kesalahan. Adapun kelemahan Jodi Brotosuseno dalam merintis usahanya yaitu :

1.    Tidak Menerapkan Ilmu yang Didapat dari Bangku Kuliah

Sebagai mahasiswa Arsitektur, seharusnya Jodi Brotosuseno sedikit menerapkan ilmu yang ditekuninya. Misalnya mendesain warung makan dan memilih lokasi strategis tidak dilakukan Jodi pada awal merintis usahanya, sehingga wajar jika warungnya tak kunjung mendapat pelanggan. Pemilihan kata “waroeng” sebelum kata “steak” yang terkesan sederhana justru tak menimbulkan kesan unik karena tanpa desain, warung makan milik Jodi sama saja dengan warung makan lainnya dengan menu nasi uduk atau lontong sayur, tidak ada keistimewaan yang menarik perhatian.

2.    Tidak Menerapkan Strategi Pemasaran

Selain itu Jodi juga membiarkan pelanggan mencari sendiri warung steaknya yang masih asing dalam masyarakat. Strategi promosi baru silakukan setelah mendapat saran dari pelanggan. Menerima dan melaksanakan saran pelanggan bukanah hal yang buruk, namn perhitungan Jodi tak sampai pada hal ini sehingga membiarkan bisnisnya menuai duka berupa sepi pelanggan dan tipisnya pemasukan di awal. Wirausahawan perlu memperhatikan hal ini karena promosi menentukan kecepatan produk dapat dikenal untuk kemudian mendatangkan keuntungan lebih besarr. Bukan hanya berlaku bagi wirausahawan barang namun juga jasa. Semuanya perlu strategi promosi.

3.    Bukan Karena Perencanaan Tapi Karena Kecelakaan

Tak bisa dikatakan kesuksesan pemilik Waroeng Steak and Shake terjadi karena perencanaan yang matang dari awal. Menjadi sukses karena tuntutan hidup yang mengharuskan seseorang bertindakk lebih dan bergerak cepat bukan sebuah kesalahan, namun langkah baiknya jika perencanaan yang mengawali semuanya. Dimulai dari mimpi, haparan, kemudian menyusun rencana dan mewujudkannya. Hasilnya akan lebih memuaskan dirasa dan kesungguhannya akan lebih bernilai.



III. KESIMPULAN


Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa wirausahawan Jodi Brotosuseno merupakan seorang pemuda yang tak mengikuti trend hidup anak muda sesuai perkembangan jaman secara berlebihan. Ada banyak sifat yang patut ditiru bagi seorang wirausahawan untuk meniti kesuksesan diantaranya yaitu kerja keras, kerja cerdas, pantang menyerah, tak mudah puas dan bangga dengan pencapaian tertentu, mengembangkan ide dan memilih saaran bisnis dengan tepat, memanajemen diri sendiri dan lingkungan usaha, dan tidak melupakan kewajiban sebagai seorang manusia dan seorang hamba.



DAFTAR PUSTAKA

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/06/08/08323684/Gagal.Jadi.Arsitek.Sukses.Berbisnis.Steik. Diunduh pada 10 September 2016, 11.23 WIB.
https://id.wikipedia.org/wiki/Jody_Brotosuseno. Diunduh pada 9 September 2016, 5.20 WIB.